Jumat, 25 Maret 2011

PASAL 30 UNDANG – UNDANG DASAR 1945

Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 30 Ayat (1) menyebutkan tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Ayat (2) menyebutkan usaha pertahanan dan keamanan rakyat, Ayat (3) menyebutkan tugas TNI sebagai “mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”. Ayat (4) menyebut tugas Polri sebagai “melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum”. Ayat (5) menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan keamanan, diatur dengan undang-undang (UU). Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda dalam struktur organisasi, namun dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan saling mendukung dalam suatu “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”. Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata ulang melalui undang-undang yang membangun adanya “ke-sistem-an” yang baik dan benar.
TANGGAL 8 Januari Tahun 2002 DPR melahirkan UU No 2 dan UU No 3 Tahun 2002, masing-masing tentang Polri dan tentang Hanneg, hasil dari Ketetapan MPR No VI dan VII Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri . Pada 18 Agustus 2000 Komisi Konstitusi meresmikan Amandemen Kedua UUD 1945 yang menghasilkan Ayat (2) Pasal 30 UUD 1945 dengan rumusan sistem "han" dan "kam" serta "ra" dan "ta" . Pada Agustus 2003 Ketetapan I MPR Tahun 2003 menggugurkan Ketetapan VI dan VII MPR Tahun 2000 setelah ada perundang-undangan yang mengatur Polri dan tentang Hanneg. Pertengahan Oktober 2004 DPR meluluskan UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Dengan demikian, pada awal Maret 2005 telah ada UU tentang Hanneg, UU tentang Polri, dan UU tentang TNI. Namun, hingga kini belum ada UU tentang "Keamanan Negara" guna merangkai "Kamneg" dalam satu sistem dengan "Hannneg" (kata "dan" antara "han" dan "kam" untuk membedakan dan memisahkan organisasi TNI dari Polri). Sayang, UU tentang Polri, UU tentang Hanneg, dan UU tentang TNI sama sekali tidak menyebut "sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta" sebagai landasan pokok pemikiran bahwa ada kaitan sinergis antara fungsi "pertahanan negara" dan "keamanan negara".
Di tegaskan bahwa tiap – tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui system pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia,sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung. Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat –syarat keikutsertaan warga Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara, serta hal – hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang –undang. Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti memajukan teknologi bangsa sehingga bangsa Indonesia memiliki derajat dihadapan dunia bahwa bangsa Indonesia memiliki nteknologi yang canggih.
Oleh karena itu, apabila kita konsisten dengan amanat Pasal 30 Ayat (2), yaitu membangun sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, perlu disiapkan UU tentang Pertahanan dan Keamanan Negara yang lebih bermuatan semangat dan kinerja "sishankamrata". Bila penyebutan pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) dipilih sebagai peristilahan baku sesuai judul Bab XII UUD 1945, dari logikanya seharusnya ada UU Keamanan Negara yang mewadahi UU Polri. Sebagaimana pasal-pasal dalam UU Hanneg menyebut, pertahanan negara bukan sekadar mengurus tentang TNI, maka UU Kamneg perlu menegaskan, keamanan negara bukan sekadar tugas dan wewenang Polri. Penjelasan UU tentang TNI menyebutkan, "di masa mendatang TNI akan berada dalam Departemen Pertahanan (Dephan)", suatu pengukuhan konsep dan praktik supremasi sipil serta efisiensi kebijakan, strategi, dan penggunaan kekuatan TNI. UU Polri pun perlu "ditemani" UU Kamneg yang kelak mengintegrasikan Polri ke dalam suatu institusi sipil (misalnya, Departemen Dalam Negeri) sebagaimana Dephan kelak menjadi instansi yang mengintegrasikan TNI di dalamnya.
PRAKARSA Dephan menyiapkan naskah akademik melalui undang-undang yang 1) Mencerminkan adanya "kesisteman" antara pertahanan negara dan keamanan negara; 2) Mengandung adanya semangat kerja sama TNI dan Polri dalam departemen dengan otoritas sipil yang berbeda; dan 3) Membina kerja sama, baik antara fungsi TNI dan fungsi Polri di lapangan; diharapkan "merapikan" dan "menyelaraskan" pasal-pasal yang ada dalam UU tentang Polri, UU tentang Hanneg serta UU tentang TNI
Tak ada niat dari Departemen Pertahanan untuk "memadukan", "menggabungkan", apalagi "meleburkan" organisasi TNI dan organisasi Polri ke dalam pola "hankam" seperti keadaan pada pra Juli 2000, saat Polri masih ada di bawah kewenangan Departemen Pertahanan.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI. Beberapa jenis ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :ancaman terorisme,Gerakan gerakan untuk memisahkan di dari NKRI (separatism).Pelanggaran hak territorial batsas laut oleh Negara tetangga,kerusuhan yang mengatas namakan Suku, Agama, Ras, Adat. Dll
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.




1. TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL

Pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa; Melalui pendidikanlah bangsa akan tegak mampu menjaga martabat. Dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Visi dan misi pendidikan nasional telah menjadi rumusan dan dituangkan pada bagian “penjelasan” atas UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Visi dan misi pendidikan nasional ini adalah merupakan bagian dari strategi pembaruan sistem pendidikan.
Visi Pendidikan Nasional

Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya system pendidikan sebaga pranata social yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Misi Pendidikan Nasional

Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut:
1.  mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
2.  membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
3.  meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
4.  meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan
5.  memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI.

2. PENGERTIAN BELA NEGARA 

Pengertian bela negara tidak semestinya dipahami sebagai upaya " memanggul senjata " atau hal yang berbau "militerisme" , akan tetapi kegiatan warga disemua aspek kehidupan nasional sesuai dengan profesinya masing-masing.

             Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Potensi Pertahanan ( Pothan ) Dephan Laksda TNI Bambang Murgiyanto, M.Sc, Rabu ( 20/6 ) di Kantor Ditjen Pothan Jl. Tanah Abang Timur No. 8 , saat membuka Penataran Tenaga Inti ( Targati ) Pendidikan Pendahuluan Bela Negara ( PPBN ) bagi Ormas Tingkat Pusat TA. 2001.

Dengan adanya penataran ini diharapkan tercipta wahana saling bertukar informasi dan pemikiran jernih, serta menambah wawasan dan menyamakan persepsi, tentang upaya menumbuhkembangkan kesadaran bela negara untuk mencegah disintegrasi bangsa.

            Dikemukakannya, ancaman terhadap bela negara tidak hanya datang dari luar negeri , bahkan justru ancaman dari dalam negeri lebih dominan serta harus lebih diwaspadai. Kita harus mensyukuri keberagaman etnis , bahasa , dan agama yang ada di tanah air tercinta , namun harus disadari keberagaman tersebut juga mengandung potensi konflik , yang apabila tidak dapat dikelola dengan baik , akan dapat menjadi sumber terjadinya disintegrasi bangsa.

Dirjen Pothan mengemukakan , bela negara mengandung norma moral dan norma sosial , yang intinya membentuk sikap mental segenap warga yang siap menjaga kelangsungan hidup bangsa dan negara. Dengan demikian bela negara merupakan kegiatan warga negara di semua bidang kehidupan sesuai bidang profesinya masing-masing dalam membangun masyarakat , bangsa dan negara.

Setelah melantik Kabinet Indonesia Bersatu 21 Oktober 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggariskan bahwa sebagai seorang "konstitusionalis" ia bertekad agar hal-hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara taat pada ketentuan UUD 1945.

Sejalan dengan tekad itu, perluasan dan pendalaman sekitar makna Bab XII dan Pasal 30 UUD 1945 adalah salah satu tugas menteri pertahanan. Namun, Bab XII UUD 1945 bukanlah monopoli departemen dan/atau kementerian negara yang sehari-hari ada di bawah koordinasi Menko Polhukam. Bab XII UUD 1945 adalah bagian dari bab dan pasal lain dalam UUD 1945 secara keseluruhan.

Marilah kita baca dengan saksama Bab XII Pasal 30 UUD 1945. Marilah kita gelar wacana tentang makna Pasal 30 serta ayat-ayat yang terkandung di dalamnya secara utuh dan lengkap, termasuk kaitannya dengan pasal-pasal lain dalam UUD 1945. Pertahanan dan keamanan negara yang dijiwai "sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta" adalah hal yang terlalu penting untuk dibahas hanya di kalangan TNI dan Polri. Dalam negara demokrasi, kepedulian tentang pertahanan dan keamanan negara dalam arti luas adalah hak dan kewajiban tiap warga negara , sebagaimana tertuang dalam Ayat (1), Pasal 30 UUD 1945.(Juwono Sudarsono : Menteri Pertahanan RI)


Sumber: Biro Humas Setjen DEPHAN RI 


3. TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM PERGURUAN TINGGI
Tujuan dari diadakannya pendidikan kewarganegaraan bertujan agar para mahasiswa yang akan menjadi penerus bangsa dapat memahami bagaimana harus menghormati bangsa ini dana mahasiswapun diharuskan mampu untuk dapat menjalankan atau melaksanakan hak dan kewajiban secara santun dan demokratis tanpa melihat apa yang telah Negara berikan kepa da kalian
Mahasiswa pun diharapkan dapat memberikan perilaku yang sesuai dengan nilai nilai kejuangan dan rasa cinta tanah air yang tak terhingga dan mahasiswa pun mampu untuk membela tanah air tanpa mengharapkan balasan dari Negara
Diharap kan mahasiswa dapat menguasai apa yang terjadi dalam perjalanan bangsa ini dan kehidupan dalam bermasyarakat dan apabila terdapat permasalahan dapat diselesaikan dengan cara yang demokratis seperti tertuang dalam Pancasila
Pendidikan Kewarganegaraan juga bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan

2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi

3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1.      Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan

2.      Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional

3.      Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM

4.      Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara

5.      Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi

6.      Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi

7.      Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka

8.      Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.


4. KOMPETENSI  DARI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 
Kompetensi lulusan Perguruan Tinggi di bidang Pendidikan Kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab sebagai WNI dalam berhubungan dengan negara, serta memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan menerapkan konsepsi falsafah bangsa yaitu Pancasila, komitmen merealisasikan bagi kejayaan bangsa melalui Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
 
              Sifat cerdas tampak pada kemahiran, ketepatan dan keberhasilan bertindak, sedangkan sifat tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan dilihat dari nilai ilmu pengetahuan dan teknologi, etika ataupun kepatutan ajaran agama serta budaya.

            Di dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989, yang kemudian diganti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dikatakan  "Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta PPBN agar menjadi WNI yang dapat diandalkan oleh bangsa Indonesia. Sebagai bagian dari MPK, Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan membangun kemampuan berpikir, bersikap rasional, dinamis, dan berpandangan luas sebagai manusia intelektual, yakni:

a.       Mengantarkan peserta didik memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku untuk cinta tanah air Indonesia.
b.      Menumbuhkembangkan wawasan kebangsaan, kesadaran berbangsa dan bernegara sehingga terbentuk daya tangkal sebagai Ketahanan Nasional.
c.       Menumbuhkembangkan peserta didik untuk mempunyai pola sikap dan pola pikir yang komprehensif, integral pada aspek kehidupan nasional



5. PENGERTIAN PENDIDIKAN KEWIRAAN

Istilah pendidikan pada hakekatnya dari masa kemasa sejalan dan sederhana dinyatakan merupakan usaha sadar untuk mengciptakan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa datang. Istilah kewiraan berdasarkan pada kata Wirayang nmengandung beberapa arti seperti patriot, pahlawan, satria, perkasa dan berani.

Atas dasar itu dirumuskanlah pengertian pendidikan kewiraan adalah usaha sadar untuk menciptakan warganegara (sumber calon pemimpin bangsa) melalui kegiatan bimbingan, bagi peranannya untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan Negara menuju kejayaannya.

Tujuan/sasarannya ialah terbentuknya sarjana Indonesia yang mencintai tanah airnya, memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia yang tinggi, memiliki keyakinan yang tinggi terhadap pancasila sebagai dasar dan ideology serta siap dan rela berkorban untuk bangsa dan Negara.

Melalui pendidikan kewiraan ini diharapkan warganegra Indonesia memiliki sikap mental yang meyakini hak dan kewajiban serta tanggung jawab sebagai warganegara yang rela berkorban untuk membela bangsa dan Negara serta kepentingan nasionalnya

Pendidikan kewiraan dimasukan dalam kurikulum Pendidikan Tinggi berdasarkan keputusan bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan BersenjataRepublik Indonesia melalui surat keputusan nomor : 022/U/1973-kep/B/43/XII/1973 tanggal 8 desember 1973 tentang Penyelenggaraan pendidikan kewiraan. Namun realisasidari surat keputusan bersama tersebut baru terwujud pada tahun akademik 1974/1975, berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan kebudayaan No.0228/U/1974 tanggal 2 oktober 1974. Undang-undangyang melandasi kerjasama Menteri Hankam dan Menteri Dikbud pada waktu itu ialah UU No.22 tahun 1954 tentang Perguruan Tinggi.

Dengan terbitnya UU No.20 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan Negara, hal-hal yang berkaitan dengan Pendidikan kewiraan diakomodasikan dalam UU itu sebagai berikut

1.Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) adalah Pendidikan dasar bela Negara guna menumbuhkan kecintaan kepada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, kerelaan berkorban untuk Negara serta memberikan kemampuan awal bela Negara

2.PPBN sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional

3.PPBN diselenggarakan guna memasyarakatkan upaya bela Negara serta menegakkan hak dan kewajiban warganegara dalam bela Negara

4.PPBN wajib ikut oleh setiap warga Negara dan dilaksanakan secara bertahap yaitu :
a.Tahap awal pada Pendidikan Dasar sampai menengah Atas dan dalam gerakan
b. Tahap lanjutan dalam bentuk Pendidikan Kewiraan

Dengan terbitnya UU No.20 tahun 1982 itu, Penyelenggaraan Pendidikan Kewiraan , mengalami penyempurnaannya. Dengan surat keputusan bersama Mendikbud dan Menhankam No.061/U/1985 dan No Kep/002/11/1985 tanggal I februari 1985 tentang kerjasama dalam pembinaan Pendidikan Kewiraan dilingkungan Perguruan Tinggi dan ditetapkan sebagai mata kuliah wajib dan merupakan bagiandari mata kuliah umum (MKDU).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar